tentang kita

Tak ada yang tak tahu lagunya akang Ariel yang berjudul “Semua Tentang Kita”. Dulu lagu ini populer sekali sewaktu aku sedang duduk di bangku kelas 2 SMA. Teringat dulu ada panggung perpisahan di belakang sekolah, ada salah satu band kakak kelas yang menyanyikan lagu ini. Agar lebih terasa dramatis nya akan aku salin liriknya disini:

Waktu terasa semakin berlalu
Tinggalkan cerita tentang kita
Akan tiada lagi kini tawamu
Tuk hapuskan semua sepi di hati

ada cerita tentang aku dan dia
dan kita bersama saat dulu kala
ada cerita tentang masa yang indah
saat kita berduka, saat kita tertawa

Teringat di saat kita tertawa bersama
Ceritakan semua tentang kita

Dari liriknya kita sudah tahu ini lagu tentang perpisahan. Lagunya sendu, musiknya juga sendu. Sesendu sore ini. *beuh galau.

Entah mengapa aku teringat sahabat-sahabatku….yang pernah mengisi kehidupanku selama seperempat abad lebih dikit. haha… Ada teman semasa ingusan di SD, teman saat jadi abege labil di SMP, teman remaja zaman-zaman songong di SMA hingga memasuki tahap dewasa di kuliah dan pekerjaan. Seperti warna, beragam, kadang terang kadang gelap. Persahabatan tidak selama tentang kesenangan ada juga kesedihan, tapi itulah mengapa disebut sahabat, kita mengarunginya tidak hanya dikala senang tapi juga sedih.

Sahabat-sahabat saya semasa sekolah dan kuliah dulu saat ini sudah banyak yang berkeluarga, mereka sudah menemukan teman sejati mereka dalam mengaruingi hidup. ooowh so sweeet. Tidak sedikit pula yang sudah dikaruniai keturuanan. Alhamdulillah. Teringat dulu saat sahabat terdekat saya akhirnya menikah…ada rasa sangat senang, ikut membantunya merencanakan pernikahan, menemaninya ke pasar untuk memilih kain dan mempersiakan pestanya. Rasanya menyenangkan. Namun, sedetik selesai resepsi…ada rasa sedih..ada rasa kehilangan. Ditambah lagi ketika putra dan putri mereka lahir kedunia, Subhanallah…melihat sahabatku berubah semakin dewasa dan semakin cantik. Ketika mereka bersama keluarga kecilnya, ada rasa bahagia ada rasa cemburu (bukan siriik ya,*tapi sirik juga sih, kadang :p)…ingin lagi bersamanya, berbagi cerita bersamanya, berjalan keliling kampus bersamanya, backpack keliling kota bersamanya lagi.

Teringat pula sahabat-sahabat teman satu perjuangan di Bima. Sebuah persahabatan yang unik, terkadang kalau bersahabat kita bisa memilih kita mau bermain dan berjalan dengan siapa. Tapi ini tidak, kita “dipaksa” untuk bertemu dan bersahabat. Lucu memang, namun kalau berfikir lebih jauh lagi, tidak ada yang namanya sebuah paksaan dan kebetulan, ada sebuah garis yang menyatukan kita, TAKDIR. Kita di takdirkan untuk bertemu dan bekerjasama di sebuah tempat, dengan tanpa tujuan. Aku punya keyakinan kuat bahwa kami memang ditakdirkan untuk bersama, Allah punya maksud untuk itu, untuk kita berfikir dan belajar. Setahun bukan waktu yang sebentar untuk saling mengenal dan memahami. Selama itu pula aku banyak belajar dari sahabat-sahabat ku itu. Selama itu pula banyak gejolak naik turun dalam persahabatan. Wajar adanya karena kami adalah manusia yang punya rasa. Pada dasarnya sahabat-sahabatku semuanya adalah orang yang baik, sangat baik. Aku bersyukur bisa bersama mereka. Setahun itu telah membuat saya belajar mencintai dan menyayangi mereka. Saking cinta dan sayang-nya saya seringkali menyakiti perasaan mereka.

Aku sudah menganggap mereka sebagai keluargaku sendiri, bagaimanapun kami disana hidup di negeri orang, dan satu-satu nya keluarga terdekat adalah sahabat-sahabat satu perjuangan. Namun sayang, saat aku sudah semakin mencintai dan menyayangi mereka waktu yang diberikan kepada kami untuk bersama sudah berakhir. Kami harus kembali ke kehidupan kamu semula, ke tempat dimana kami belum saling mengenal dulu. Namun berakhir tidak selamanya akhir dari persahabatan. Persahabatan kami pun berpindah ke sebuah dunia, yang dimana manusianya tidak saling menatap satu sama lain. Dunia maya. Kita berbicara dalam medan kata-kata dalam tulisan. Beruntung saat ini sudah ada teknologi canggih macam smartphone, mendekatkan yang jauh. Asik asik joss. It’s funny actually to have a relationship like this. Karena kami terbiasa bertemu muka, terkadang selama 7 x 24 jam. Mengetahui gerak-geriknya, mengetahui mimiknya..namun kini hal itu tidak ada, di wakili oleh sederet emoticon-emoticon lucu dan menggemaskan yang jelaaas sama sekali tidak mirip dengan wajah sahabat kita, dan mungkin bisa saja tidak mewakili apa yang mereka rasakan (bahas lebih lanjut di materi semiotika oleh prof. Yasraf Amir Piliang). Hahaha. Yap intinya hingga kini kami tetap bersama namun dalam wadah yang berbeda.

Buatku dua kisah tersebut adalah hal yang menyedihkan dalam hidup.*widiiiiih lebay*. But, that’s true, hidup akan terus bergulir sama seperti persahabatan pasti akan ada jenjang nya, ada masa-nya, ada fase-nya. Rasanya ingin terus bersama, berbagi perasaan dan “saling menghina”, namun egois bila terus begitu. Life must goes on, setiap orang punya impian dan cita-citanya masing-masing. Setiap orang punya hak untuk memilih dan berkembang sesuai dengan nalurinya.

Seperti apa kata lagu di atas, waktu akan terus berlalu meninggalkan cerita kita, kini aku teringat saat-saat dimana kita bersama dulu…

Tapi semoga…kita akan terus bersahabat. Teringat kata-kata seorang teman, karena persahabatan bukanlah hanya seberapa sering kita bertemu dengannya, tapi seberapa sering namanya kita sebut dalam doa. Cintailah sahabatmu karena Allah, sayangilah sahabatmu karena Allah. Love them for the sake of Allah.

Sudahkah kita mendoakan sahabat kita hari ini?

Sahabat dimanapun kau berada saat ini, semoga kau selalu dalam lindungan Allah. Semoga kita dapat berkumpul di surga Mu kelak.

Aamiin

Kopo galau dot kom

DENGAR DAN LAKUKAN!!!

Ahad, 1 September 2013

image

Pagi ini saya benar-benar bersemangat, jiwa raga ini membuncah tak karuan *lebay, apa hal? Karena saya akan bertemu dengan salah satu tokoh favorit saya, walikota terpilih Kota Bandung, Ridwan Kamil. Sebelum menjadi calon walikota Bandung, sejujurnya saya sudah menjadi fans berat bapak yang satu ini, saya mengagumi karya-karya arsitekturnya yang fantastis, ber-estetika tinggi dan punya filosofi yang mendalam. Salah satunya adalah Masjid Al-Irsyad yang terletak di perumahan Kota Baru Parahyangan, berkonsep modern yang islami, masjid ini punya kenangan tersendiri bagi saya , salah satu tempat saya memendam kegalauan semasa kuliah dulu *aheey. Selain itu saya merasa punya satu kekerabatan yang dekat dengan beliau *helooow..siapa elu, karena sama-sama alumnus dari SMA dan kampus yang sama, walaupun saya sadar tak seujung rambut pun beliau mengenali siapa saya.
Saya sebagai orang yang ber-KTP kabuaten yang ber –aktivitas di kota Bandung, sangat senang sekali ketika beliau terpilih menjadi walikota Bandung periode 2013-2018, saya merasa ada hembusan angin segar bagi dan secercah harapan baru untuk kota Bandung berubah menjadi lebih baik. Menjadi the real Bandung Bermartabat. Aamiin.

Yap kembali ke ahad pagi yang cerah di kota Bandung, Ridwan Kamil atau akrab disapa Kang Emil sebagai walikota terpilih menggelar acara NGABANDUNGAN #7, sebuah acara yang dibuat oleh tim Kang Emil untuk masyarakat Bandung dalam menyampaikan aspirasi-nya secara langsung di hadapan Kang Emil. Ngabandungan sendiri dalam bahasa Sunda memiliki makna ‘mendengarkan dengan sungguh-sungguh’. Pada awalnya saya berpikir ini akan menjadi ajang kang Emil untuk “menceramahi” warga Bandung, tapi ternyata saya salah, justru 70% yang berbicara di acara ini adalah warga kota Bandung. Kita bebas menyampaikan aspirasi kita di hadapan kang Emil. Ngabandungan hari ini adalah ngabandungan ke-tujuh setelah sebelumnya Ngabandungan di adakan di berbagai tempat yang berbeda dengan tema yang beragam pula, khusus d hari ini ngabandungan membahas seputar dunia Pendidikan.

Acara dimulai tepat pukul 9 sesuai jadwal, di awal sang MC membimbing para peaerta untuk menyanyikan lagu Indonesia Raya. Sejenak gedung Indonesia Menggugat gegap gempita, sekitar lebih dari seratus peserta berdiri syahdu melantunkan lagu kebangsaan.

Kemudian saat yang dinanti pun tiba, sesosok pria setengah baya, dengan tampilan santay menggunakan kaos oblong, rambut klimis dan kacamata frame hitam tebal maju ke depan panggung, dialah kang Emil. Bersama moderator yang saya lupa namanya (aduh maaf pak), para peserta di ajak untuk ikut aturan main acara tersebut, beberapa aturan di sebutkan di awal agar keberjalanan acara lebih tertib *oke gw suka gaya loe. Intinya siapapun hari itu, di gedung itu diberi kesempatan untuk berbicara tentang permasalahn pendidikan di kota Bandung secara detail dan based on data lebih baik dalam waktu yang singkat padat dan jelas.

Sesi pertama di buka bukan dengan kata-kata dari Kang Emil, tapi justru Kang Emil-lah yang ingin mendengar apa kata warga. Lalu diberilah kesempatan untuk lima orang yang ingin memberikan aspirasinya. Belum lagi sang MC mempersilahkan mengacungkan tangan, seperempat ruangan sudah dipenuhi dengan tangan-tangan mengacung haus untuk ditunjuk, bahkan saking semangatnya ada seorang Bapak yang berdiri setengah loncat. Subhanallah antusias sekali warga saat itu.

Karena saking riuh nya suasana saat itu, akhirnya Kang Emil angkat bicara. Dengan suara beratnya, beliau memperkenalkan diri dengan bercerita bahwa beliau lahir dari latar belakang keluarga guru, almarhum bapaknya adalah seorang dosen Fakultas hukum UNPAD, ibu beliau juga seorang dosen UNISBA. Beliau sendiri adalah seorang PNS dosen Arsitektur ITB. Sehingga beliau sedikit banyak paham mengenai dunia pendidikan itu sendiri. Beliau mengatalan bahwa tema yang dibahas kali ini sangatlah penting, khususnya bagi kota Bandung sebagai kota berpendidikan, beliau mengatakan bahwa Jepang dan Korea maju karena menggunakan pendidikan sebagai landasan. Teringat salah satu tagline dari almamaternya dulu ketika di SMA, SMA Negeri 3 Bandung, bahwa “Knowledge is power but character is more”. Pendidikan memang penting namun moral yang paling utama. Sekejap saya langsung merinding, mengingat-ingat kembali tagline yang sudah menjadi suntikan saya selama 3 tahun bersekolah di SMA 3. And know i realize and i can feel it, thats completly true!!!. 

Akhirnya sesi aspirasi pun dimulai, satu persatu peserta kedepan dan menyampaikan apa yang menjadi unek-uneknya bahkan beberapa ada yang curhat, namun tentunya kang Emil tidak hanya ingin mendengarkan keluhan beliau juga ingin mendengarkan harapan beserta usulan nyata dari sang apresiator yang maju. Peserta yang hadir kebanyakan adalah anak sekolah, mahasiswa, komite, orang tua murid, guru baik negeri maupun swasta (dan dari riuhnya sepertinya banyak dari guru honorer), ada juga praktisi pendidikan, beberapa dari forum pendidikan dan komunitas peduli pendidikan dan anak jalanan dan lain-lain. Banyak sekali aspirasi yang mereka sampaikan, pada intinya mereka menyampaikan berbagai permasalahan pendidikan yang terjadi di kota Bandung. Berikut rangkuman dari beberapa apresiator:

LAPORAN WARGA:

– Bahwa permasalah utama pendidikan di kota Bandung terletak pada manajemen pendidikan yang buruk di tingkat Dinas Pendidikan Kota. Para pengambil kebijakan yang masih belum paham betul mengenai manajemen pendidikan yang baik. Banyak laporan terjadinya pelanggaran dan kecurangan di tingkat Dinas Pendidikan.

– Sistem seleksi kepala dinas dan kepala sekolah yang belum transparan.

– Dinas yang berorientasi pada duit, dualisme kebijakan di tingkat kadis dan dikdas

– Kesejahteraan guru honorer yang masih terlantar, tunjangan dan kepastian pengangkatan yang berkepanjangan tidak ada ujung pangkalnya. Adanya kasta di tingkat pendidikan di Bandung: Kasta Struktural (dinas), kasta kepala sekolah, kasta guru dan kasta guru honorer. Kasta keempat inilah yang selalu diinjak-injak dan belum diperhatikan kesejahteraannya.

– Banyaknya “pungutan-pungutan” yang merupakan kebijakan dinas untuk pelaksanaan kegiatan pendidikan yang seharusnya anggaran sudah tersedia dari pemerintah (contoh: pelaksanaan LDKS ditarik biaya 175 ribu per-anak),

– Pelaksanaan PPDB (Penerimaan Peserta Didik Baru) yang masih tidak adil, banyaknya siswa titipan dari beberapa pejabat negara, sehingga menimbulkan over quota di sekolah-sekolah negeri dan munculnya 2000 siswa siluman di sekolah negeri.

– Fasilitas pendidikan gratis yang dikomersilkan (penggunaan bus sekolah masih di tarik biaya di lapangan)

– Pendidikan di kota Bandung belum INKLUSI khususnya bagi ABK dan anak jalanan.

– Ada seorang anak bernama Gumilar yang di akhir menyampaikan apresiasinya dia berkata: “guru jangan cuma nuntut kesejahteraan saja, kalau di sekolah datang cuma nyuruh nyatet dan curhat tentang gaji”. (Oooo ooow…)

– Ada juga yang mempertanyakan nasib anak-anak yang berada dalam margin “bodoh” — saya sebut belum mampu saja dan “miskin” — saya sebut saja kurang mampu. Banyak anak-anak dari margin tersebut yang kehilangan kesempatan untuk melanjutkan kuliah.

Selain LAPORAN ada pula SARAN dan USUL nyata dari peserta:

– Kepala dinas haruslah orang yang profesional di bidangnya, yang mengerti tentang manajemen pendidikan. Sehingga perlu dalam pengangkatannya perlu diadakan Fit and Proper test yang objektif. Bahkan setingkat kepala sekolah pun seharusnya diadakan hal yang sama (edee caruuu eeeee!!!!). Jika memang belum ada calon kepala dinas yang pantas, kenapa tidak untuk outsorce??? (woooow).

– Pemerintah kota pun diminta untuk bertindak tegas terhadap dinas pendidikan bila ada pelanggaran. Istiqomah, amanah dan jujur dalam melakukan perbaikan.

— (Ini yang paling menari menurut saya) Pendidikan di kota Bandung haruslah INKLUSI dan ramah anak, khususnya bagi anak-anak berkebutuhan khusus (ABK) dan anak jalanan. Tidak hanya itu anak juga harus di berikan pendidikan karakter yang mengajarkan anak untuk menghargai ABK dan anak jalanan. (mengungari tingkat bullying masyarakat dan anak terhadap ABK dan anak jalanan).

– (ini ga kalah menarik buat saya) Edukasi membuang sampah dan budi pekerti harus di terapkan di sekolah formal dan informal. 

– Guru juga diharapkan tidak hanya mempertanyakan mengenai kesejahterahan-nya namun juga harus memperhatikan dan meningkatkan kualitas diri *heeey gw suka gaya lo*.

Oke tadi merupakan beeberpa rangkuman laporan dan usulan solusi untuk permasalahan pendidikan yang terjadi di kota Bandung. Lucu nya dari forum ini justru secara tidak langsung warga dapat menemukan solusi permasalahannya sendiri dari rekan atau bahkan dari warga lain, sebelum kang Emil sendiri yang mengungkapkan tanggapannya. Disinilah menariknya acara ini, kang Emil bukan “menjawab” secara langsung segala jenis permasalahan pendidikan yang terjadi di kota Bandung, namun kang Emil ingin mendengar curhatan, keluhan, aspirasi, usulan hingga ide-ide kreatif dari warga Bandung itu sendiri.

Akhirnya di tengah sesi kang Emil memberikan tanggapannya. Pada intinya kang Emil berterimakasih atas berbagai masukan dari warga, dan kang Emil mengajak warga, “Mari berjuang bersama-sama untuk mencari solusi dari permasalahan yang ada”. Kang Emil selama sesi terus mencatat di buku birunya, segala keresahan dan usulan warga, tak henti tangannya menulis di buku tersebut.

– Beliau berkata akan banyak membentuk tim khusus bagi setiap permasalahan-permasalahan yang muncul khususnya pada tingkat dinas pendidikan, karena masih banyak hal yang harus beliau kaji.

– Melakukan “Propaganda Positif” di berbagai media (untuk pembinaan karakter)

– Anggaran pendidikan ada peningkatan, namun permasalahan masih saja tetap sama. Hal ini membuktikan masalah bukan ada pada pengadaan duitnya, namun bagaimana me-manage duitnya dengan benar.

– Untuk permasalah over quota  di sekolah negeri Kang Emil meminta data-data akuratnya dan langsung akan mengecek ke bagian inspektorat.

– Mempelajari lagi proporsi anggaran yang besar, kalau uangnya ada, kenapa tidak kembali ke masyarakat. Memperjuangkan itu tidak hanya menambah anggaran tapi juga mengurangi pengeluaran (mantabh yeuuuuh!!!)

– “Saya akan membenahi kota agar kota Bandung menjadi kota sehat, ciri kota sehat adalah dimana warganya nongkrong di taman, bukan di cafe atau mall, ketika kota sudah sehat maka warga akan sehat, sehingga banyak permasalahan yang dapat diselesaikan ketika pikiran jernih”

– Membuat forum warga yang berkala dan berkelanjutan, dengan membahas permasalahan dan solusi didalamnya.

– Me-launching BUS SEKOLAH GRATIS di bulan Desember (disiapkan 20 armada bus) serta program bike to work, bike to scholl disertai program bike sharing, berupa penyediaan halte sewa sepeda. Di tahun pertama ini kang Emil berjanji akan melakukan penataan kota dengan benar.

– “Sekolah jangka pendek adalah untuk mencari kerja, sekolah jangka panjang adalah untuk merubah peradaban”

– Memaksimalkan penggunaan alat komunikasi di sekolah-sekolah (i-pad).

Last but not least, kata penutup dari kang Emil “Cintai Bandung dengan Solusi, bukan dengan Caci Maki”

==========================================

Pada intinya memang kang Emil tidak banyak bicara panjang lebar di forum ini, beliau banyak mencatat dan belajar dari warga, beliau terus berjanji akan mengkaji berbagai keluhan yang disampaikan warga, serta mengajak sama-sama bergerak. Memang itulah inti dari acara Ngabandungan ini, seperti makna dari katanya, kang Emil lebih banyak mendengar dan mencatat, wargalah yang terus mengeluarkan apresiasinya, juga data berupa fakta dan saling memberikan usul dan solusi.

Subhaballah….

Saya jadi ingat seorang sahabat Rasul yang juga seorang khalifah, Umar bin Khattab. Sebagai pemimpin beliau banyak mendengar dari rakyatnya, beliau berkeliling dan mendekati langsung rakyatnya. Begitulah seharusnya seorang pemimpin yang mencintai rakyatnya, dimana rakyatlah yang seharusnya di layani bukan rakyat yang melayani pemimpin. Karena sesungguhnya rakyat adalah amanah dari seorang pemimpin.

Lalu apa yang seharusnya dilakukan setelah mendengar? Tentunya kontribusi dan solusi nyata dari pemimpin beserta segenap rakyatnya. DENGAR dan LAKUKAN!!! mun ceuk basa Qur’an na mah….SAMI’NA WA ATHO’NA, kami dengar, kami taat.

16 September 2013 Bapak Ridwan Kamil akan dilantik menjadi walikota Bandung secara resmi. Semoga lima tahun kedepan ini akan menjadi tahun perubahan bagi kota Bandung, ke arah yang lebih baik lagi, khususnya perbaikan dalam bidang pendidikan dan karakter anak-anak. Menuju the trully BANDUNG BERMARTABAT. aamiin.

Oyah acara ini ditutup dengan penampilan khusus dari anak-anak jalanan dari Kelompok Perempian Mandiri (KPM) Dewi Sartika. Ada sekitar 20 orang anak jalanan, melakukan performance art dan menyanyikan lagu-lagu yang menyuarakan suara hati mereka. Juga menyanyikan lagu kebangsaan sambil menunduk malu sepanjang lagu, ini menggambarkan bahwa mereka malu menjadi warga Indonesia. Luar biasah. Yang menarik ketika di akhir penampilan mereka meneriakkan: INDONESIA! BELUM MERDEKA! INDONESIA! BELUM MERDEKA!INDONESIA! BELUM MERDEKA!.

Benarkah? hanya saya, anda dan Tuhan yang tahu jawabannya. Mari kita renungkan.

Sekian mohon maaf kalau ada salah kata, mohon perbaikan bila ada kesalahan.

Malam ini masih sama seperti pagi tadi, saya masih bersemangat dan semakin optimis akan masa depan pendidikan di kota Bandung (dan sekitarnya-kabupaten maksudnya, semoga kecipratan).

Salam hangat penuh semangat.

Kopo, September 2013