Baligo Ukhuwwah

cerita ini tentu saja nyata,  rencananya mau dimasukin ke Buku Gamasi Apa Saja 🙂

Apa yang tersirat di kepala teman-teman bila mendengar kata baligo? Saya ulangi sekali lagi ba-li-go, sekali lagi?  B-a-l-i-g-o, lagi? udah ah cape. Yup selama ini, doski (baligo.red) ga pernah absen dan selalu menjadi andalan tempur dalam ajang publikasi sebuah acara. Bagi saya, baligo telah menyiratkan sejuta kenangan manis dalam mengarungi kehidupan di Gamais. Baligo tersebut dinamakan baligo ukhuwwah. Mmmmh…ada skandal apa antara baligo dan ukhuwwah? Apa sesungguhnya baligo ukhuwwah itu?Sedahsyat apa kemunculannya ke bumi ini? Bagaimana kejadiaanya saat ituSiapa dalang dibalik semua ini?Sampai kapan pertanyaan ini selesai? Kisah ini terjadi saat liburan semester ganjil, sewaktu saya duduk dibangku kuliah tingkat 2, saat masih lucu-lucunya (hoalah?!). Liburan saat itu status saya semi-jobless, alias dapet kerjaan-selesai-nganggur-kerja-selesai-nganggur-kerja-hosh..hosh..317x. Yup, begitu seterusnya, hingga pada suatu hari nan cerah di masjid Salman, saat burung-burung saling bercengkrama, pohon-pohon menari riang, dan semut-semut berbaris di dinding. Teman baik saya – sebut saja Mawar 19 tahun – eh…jangan deh, panggil saja Eling – mahasiswi jurusan penerbangan, satu departemen dengan saya di Gamais, datang mendekati saya, kondisi saya saat itu pada fase ”ajebh-ajebh” alias sutres sama kerjaan sendiri. Dengan senyuman yang khas, Eling bertanya, ”Ukh, ikut jadi panitia GSC yuk?”. ________________________________________________________________________Sekedar info; GSC (Gamais Super Camp) merupakan salah satu kegitan Gamais untuk mahasiswa tingkat satu. Acara ini berlangsungdi awal tahun 2007di Kampus Unisba II Ciburial.  ­­­­­­­­­­­­________________________________________________________________________       Dan saya pun terhenyak, diam tak bergeming, mendengar pertanyaan dari Eling. Karena jauh hari sebelum eling bertanya, awalnya saya sudah berfikir untuk tidak ikut bergabung dalam kepanitiaan GSC. Dan sempat berkata ’nehi-nehi pyar kahe’ dalam hati, salah satunya dikarenakan kondisi kerjaan yang lagi megap-megap tadi. Namun, semua itu lluh seketika setelah melihat semangat sahabat saya yang satu ini, Eling si anak Bengkulu. Selama ini makhluk yang satu ini (Eling.red) memang punya semangat yang tak henti-hentinya (non stop spirit lah pokoknya) dan akhirnya saya ketularan semangatnya, hati saya terenyuh dan saya pun mengiyakan ajakan sobat saya tadi. Siapa tahu dengan dapet kerjaan bisa melepas stres (prinsip macam mana pula).________________________________________________________________________Info1: Pernah denger bahwa menguap itu menular, kan?. Hampir sama halnya dengan menguap semngat pun bisa menular dan ditularkan lho!. Guru seni rupa saya dulu sewaktu di SMA, pernah bercerita bahwa, seseorang yang sedang bersemangat dapat menularkan semangatnya ke orang lain, dalam artian orang lain tersebut jadi ikut bersemangat. Hal ini dikarenakan satu orang yang sedang dalam keadaan semangat menggebu-gebu, maka dia mempunyai banyak energi positif disekelilingnya. Energi posif tersebut bisa tertular ke lingkungan disekitarnya. Subhanalah.___________________________________________________________________ Sudah bisa ditebak kelanjutan ceritanya, akhirnya saya dan Eling bergabung dalam barisan pejuang GSC, yang saat itu dipimpin oleh pembina upacara eh.. dipimpin oleh Akh Gamma A P dan Ukh Wiwit sebagai koordinator akhwatnya. Wiwit tuh, perhatian banget ama kondisi antek-anteknya, padahal sebelumnya saya pikir beliau orangnya cuek dan sedikit bumbu galak, ternyata semua itu salah, hal ini akan saya buktikan kemudian. Pada intinya, saya dan Eling masuk di divisi yan berbeda, karena keterbatasan SDM. Eling masuk di div.logistik (maklum, beliau memang ATP-Akhwat Tanguh dan Perkasa) sedangkan saya lebih memilih untuk berlaga di kancah div.pubdok (publikasi dokumentasi). Pemkiran pertama bergabung dalam div.pudok adalah ”pubdok?!, paling-paling bikin pamflet, poster publikasi, jepret-jepret, beres kan?” ________________________________________________________________________Peringatan pertama

Hindari paham takaburisme, dalam memulai kepanitiaan, berbahaya bagi kelangsungan hidup dan profesi   

 Dan perjuangan pun dimulai… Seperti yang sudah kita ketahui, kalau KB (Keluarga Berencana) punya prinsip ”dua anak cukup”, div.pubdekdok cukup bangga dengan prinsip ”dua kader cukup”; dengan beranggotakan dua orang satu ikhwan dan satu orang akhwat, dan satu orang akhwat itu adalah saya. Bukan karena teman-teman yang lain alergi dengan ke-pubdok-an, tapi karena saat itu kondisinya lagi libur kuliah, walaupun masih ada beberapa yang ujian, namun sebagian besar sudah banyak yang pulang kepangkuan ibu pertiwi alias pulang kampung. Awal perjuangan ini saya lalui degan gundah gulana dan resah di jiwa, bawaannya pesimis terus. Saya cuma sendiri? Anggotanya Cuma dua orang? Mau ngapain duaan? Main conglak?. Tapi dibalik semua itu, yang slalu membuat semangat saya kembali karena Wiwit yang tidak bosan memberikan semngat dan tak segan-segan membantu, ditambah lagi Eling yang akhirnya masuk di div.pubdok sebagai anggota virtual dalam artian ikut membantu tapi status tidak terikat (?!). Perjuangan terus berlanjut…    Saat itu GSC membutuhkan beberapa media publikasi, antara lain; pamflet, laeflet, poster hingga baligo. Setelah melewati beberapa kali rapat, disepakati bahwa Ikhwan akan membuat leaflet, pamflet dan poster, sedangkan kubu Akhwat membuat baligo.________________________________________________________________________

Perlu diperhatikan: kata ’membuat’ pada kalimat: ”sedangkan kubu akhwat membuat baligo”

 Kata ’membuat’ disini bemakna : melakukan pembuatan (baligo) dan bukan memesan atau meminta tolong orang lain untuk membuatnya. Yup, hal ini terkait masalah keuangan dalam rangka menghemat pengeluaran dana. Optimisme yang sudah terbangun sejak awal mulai rontok, sempat berfikir untuk berhenti. Tapi melihat Eling, Wiwit dan akhwat-akhwat lainnya yang masih teuteup semangat, never ending spirit, ya… smnagat lagi. Lagian kan acara tanpa publikasi bagaikan katak dalam tempurung, ga kelihatan. Hehe. Semangat..semangat..317x. Hari ke-1Perencanaan:Konsep Desain: baligo yang dibuat adalah baligo sederhana yang terbuat dari bahan kain spanduk dan didalmnya akan diisi dengan pemberitahuan tentang GSC. Alat dan Bahan: kain spanduk (5x6m) – waw, 1 kaleng cat tembok (merek bebas yang penting halal), 1 botol cat bibit warna kuning dan biru (kuing+biru= hijua, karena yang dibutuhkan hanya warna hijau, sekali lagi hemat dana), 3 buah kuas (lebih baik beda ukuran, kecil dan besar), gelas pelastik bekas (ubtuk wadah cat), koran bekas, kain lap ditambah dengan segalon percaya diri, sebakul semangat, 100% niat yang ikhlas dan sesisir pisang (?!) kalo lagi laper, semuanya dipadukan manis dalam satu komposisi baligo GSC.
Pembagian tugas: ikhwan : sketsa desain + beli kain spaduk, akhwat : cari peralatan perang; kuas, kain lap, koran bekas, beli cat tembok dan cat bibit)
 Siangnya sketsa desain dan kain spanduk sudah siap; saatnya eksekusi!.. Siapa yang melakukan? Saya dan Eling saja? Jangn salah, bukan Gamais namanya, kalo tidak melakukan sesuatu sama-sama. Saya dan Eling dibantu oleh semua squad GSC, div.logistik, div.acara, div.konsumsi, Wiwit sang korwat (koordinator akhwat) hingga yang tidak tergabung dalam kepanitiaan pun semua ’turun gunung’ ikut membantu. Siang itu setelah asyik ”shopping” ke balubur (tempat penjualan alat tulis terkemuka dan termurah di kawasan kampus) untuk membeli peralatan perang; cat, kuas dan kawan-kawan, saya dan Eling langsung meluncurke lokasi pembuatan, yaitu di taman Ganesha; taman asri yang terletak di depan kampus ITB dan di sebelah masjid Salman. Di taman Ganesha, ya taman Ganesha, disanalah sejarah mulai diukir. Sesampainya disana kami mencari spot yang oke punya, agar kain baligo mudah dibentangkan. Beberapa menit kemudian spot yang oke punya tersebut akhirnya kami dapatkan. Mulailah kami membentangkan baligo. Jedang..jedang… wuaaaaaaaaaaahhh… ternyata 6×5 meter itu besar sekali., ”terkejut aku dibuatnya”. Dzikir dalam hati dan tetap menyemangati diri sendiri.   Tantangan pertama:Tahap selanjutnya adalah membuat sketsa, dari sketsa yang ada di kertas A4 ke baligo yang berukuran 6×5 meter, cukup sulit, dibutuhkan ketabahan dan  feeling yang kuat untuk memperkirakan setiap garis yang ditorehkan. Hari pertama pembuatan, output 90% sesuai dengan sketsa yang ada, namun karena banyak faktor, hari kedua produk akhir 70% meleset dari sketsa (tapi masih punya tujuan yang sama lho). Saya jadi teringat perkataan dosen seni rupa saya, bahwa dalam berkarya sketsa merupakan sesuatu yang sangat penting, namun output atau produk akhir jarang sekali ada yang mendekati 100% dari sketsa, selalu ada perubahan terutama pada proses pelaksanaan. Oleh karena itu, hampir semua dosen seni rupa tidak pernah menilai dari produk akhir mahasiswanya, proses produksi jadi salah satu faktor penting juga. Allah pun tak selalu menilai dari hasil akhir kita kan?. Ya baligo ini bernasib sama, proses adalah pengalaman terindah bagi kami, tim baligo.  Kembali pada baligo, keadaan baligo bagian atas sudah selesai di sketsa di kain, prosesnya langsung masuk pada pengecatan (walupun belum semua di sketsa). Hal ini disebabkan karena, sudah banyak akhwat yang datang membantu (kami banyak dapat pasokan akhwat yang rela membantu), dan mereka mengaku ’gatel’ pengen ngecat. Mereka berebut untuk membantu, padahal logistik tipis, kuas yang ada terbatas. Akhirnya aksi pinjam meminjam ke unit-unit di Salman pun dilakukan. Usaha berhasil setelah, mengobrak-abrik sekretariat tetangga. Dan usaha pengecatan pun dilanjutkan.  Tantangan kedua:Langit yang cerah, seketika kelam, menampakkan gejala-gejala hujan kan turun. Mungkinkah langit juga ikut terharu seperti hatiku (halah). Dan benar saja, satu persatu butiran air hujan turun kebumi, kemudian disusul oleh rombongan hujan.Waaaaaaa….itu pertanda kita harus minggat dari taman Ganesha, mencari tempat yang aman. Akhwat pun bergotong-royong membawa kaleng cat, koran dan kain baligo yang masih basah dari cat. Dengan sedikit berlari, gotong sana, gotomg sini, kamipun memilih satu tempat dibelakang kantin salman, di depan sebuah bank ’piiiiiip’ (bank terkemuka di bandung), yang dimana tempatnya cukup luas dan aman, untk kami beraksi kembali. Untuk menjaga kebersihan, kain bailgo sebelum dicat, bagian bawahnya dilapisi koran terlebih dahulu.  Dan proses pengecatan pun terus berlanjut, hingga menjelang sore. Baligo sudah belum menampakkan gejala kehidupan alias belum berbentuk karena baru mencapai angka 20%. Saya salut dengan akhwat-akhwat yang datang, mereka berani kotor dari goresan cat, meluangkan waktu untuk itu, padahal saya tahu sebagian dari mereka masih ada yang esok harinya harus ujian dan beberapa masih punya amanah lain. Hati ini terharu bila mengenangnya. Hari pertama pembuatan baligo diakhiri dengan ucapan hamdalah, istighfar dan do’a akhir majelis (ini selesai buat baligo atau selesai rapat?!). Alhamdulillah, perjuangan dilanjutkan esok hari, kami berjanji ditempat yang sama.   Hari keduaPagi-pagi ditempat kemarin sore, sudah ada tiga akhwat standby, melakukan aksi pengecatan. Kami pun berbagi tugas, ada yang meng-sketsa, ada yang mengecat dan ada yang meramu catnya. Taklama setelah itu, dua akhwat yang lain datang membantu. Kali ini jumlah pasuka ada lima orang. Seperti biasa, yang namanya makhluk bernama akhwat kalo sudah ngumpul, tahu sendiri, seru banget, sambil bekerja sambil cerita. Dari sana saya banyak tahu lebih dalam tentang teman-teman saya, yang selama ini hanya bertemu saat rapat atau bertegur sapa di jalan.  Sebelum siang, baligo sudah mulai menampakkan kejelasan wujudnya, akhwat-akhwat pu semakin ahli menggoreskan kuas diatas kain, ajang bertukar cerita pun terus berlanjut dan kamipun tidak terlalu perduli dengan orang yang lalu-lalang sedari tadi. Namun tiba-tiba datang seseorang dari kejauhan, kami tidak mengenalnya, sepertinya pegawai Salman. Beliau adalah seorang bapak, datang dan berkata dengan tregas: ” Siapa yang mengizinkan kalian bekerja disini?”. ________________________________________________________________________Peringatan Ketiga:kalo mau bikin sesuatu yang membutuhkan space besar (baligo.red) hendaklah mencari tempat yang benar-benar aman, nyaman dan cukup luas. Satu hal yang tidak boleh dilupakan, izin dar penghuni setempat________________________________________________________________________  Seketika kamipun terhenyak. Bapak itu berkata lagi: ”Sebaiknya kalian pindah tempat dan jangan lupa tempat ini dibersihkan”, kurang lebih seperti itu. Keadaan saat itu, sunyi sekejap, kami diam saling melirik. Bapak tersebut akhirnya pergi berlalu, setelah hilang di balik tembok, kami yang masih terdiam dan membantu tak ada tanda-tanda kehidupan. Lima detik berlalu, kami buru-buru membereskan ”alat-alat perang”, menggulung spanduk (yang masih basah) dan membersihkan goresan-goresan cat di lantai. Hal kedua yang kami lakukan adalah mobilisasi secepat-cepatnya dari sana. Tempat tujuan kami saat itu adalah kampus tercinta. Kegiatan gotong-menggotng pun dilakukan, 10 menit setelah kejadian mengenaskan (lebih tepatnya memalukan) kami sampai di tempat tujuan. Tempatnya luas, tidak banyak orang (karena libur) dan terlihat aman, tidak perlu perizinan khusus untuk memakainya. Setelah merasa benar-benar aman (jujur, saat itu saya benar-benar dalam kondisi syok berat), kami melanjutkan pekerjaan, mengecat baligo. Akhwat-akhwat bekerja sambil bercengkrama, sesekali menceritakan kejadian tadi, hehehe, pokoknya yang penting kompak. Perjuangan berlanjut, kagiatan cat-mengecat berlanjut pula, akhwat-akhwat masih bercengkrama, tanpa tahu bahwa sesuatu yang ga kalah hebohnya akan terjadi. Sepuluh menit berlalu, kami beru menyadari telah datang cobaan berikutnya. Tantangan ketiga:Angin kencang!. WuiiiiiizzMenerbangkan sebagian kain baligo. Kami tak mau kalah, bertarung dengan angin. Solusi terakhir yang kami pilih untuk mengatasi ini adalah mengorbankan tas, jaket, kaleng cat dan beberapa pemberat lainnya untuk di taruh disetiap sisi-sisi baligo. Cara ini cukup ampuh, namun sesekali angin masih dapat mengecoh perhatian kami, terkadang kain yang catnya masih basah tertiup angin dan menimpa kain dibawahnya, sehingga menimbulkan bercak-bercak hijau tak menentu. Yang seharusnya putih kini kain itu telah tergores oleh cat hijau!!!. Arggh… Disnilah kreativitas kami dipertaruhkan. Akhwat ga mau kalah, akhirnya bagian yang terkena bercak tadi, kami beri gambar dan sedikit sentuhan seni. Ha..ha..ha.. Terimakasih ya Allah, bila Engkau telah memberikan angin yang kencang, bila tidak, kapan lagi kreativitas kita diuji J Hingga menjelang sore, baligo mencapai angka 70%, walaupun hasilnya sedikit terilhat abnormal (murni pendapat pribadi), tapi saya yakin baligo ini akan menjadi baligo besejarah yang melegenda hingga nanti Gamais merayakan miladnya yang ke-589. Sore itu, saya tidak bisa melanjutkan perjuangan ini hingga selesai, dikarenakan ada amanah lain menanti. Akhirnya saya mendelegasikan tugas ini selanjutnya pada Eling. Berat rasanya meninggalkan teman-teman melajutkan berkarya. Disana tersisa empat akhwat, dan tidak ada satupun anggota divisi pubdekdok GSC, karena satu angotanya sudah pulang, yaitu saya sendiri. Sungguh saya   tidak dapat berkata apa-apa saat semua akhwat disana berkata : ”Ga apa-apa kok ukh, biar sisanya diselesaikan sama kami saja”. Suasana mengharu biru, saya yang tidak tega meninggalkan mereka, dinyakinkan selalu oleh mereka bahwa mereka kan baik-baik saja…..aaaaaa, tak usah kau tangisi pergi muuuuuu (lho kok jadi nyanyi?). Saya pun pergi dengan berat hati. Setelah amanah yang lain itu selesai, sepulang dari kampus, malam harinya saya menelpon Eling. Menanyakan keadaan beliau dan baliogo tentunya. Eling bercerita bahwa baligo-nya sudah selesai, tapi finishing touch-nya diserhakan pada ikhwan-ikhwan yang ada, sebab tadi waktu selesainya bertepetan dengan adzan Magrib. Alhamdulillah, akhirnya selesai juga, dalam hati, karena besok merupakan deadline-nya, saya percaya saja sama ikhwan-ikhwan yang ada. Biarkan jiwa seni mereka bermain, pikir saya. Eling juga bercerita bahwa ’bercak-bercak cat semakin lama semakin meluas, karena kian sore angin kian dahsyat. Yah, tidak apa-apa lah, yang saya khawatirkan sebenarnya bukan baligo, tapi teman-teman akhwat yang bekerja hingga sore hari. Tapi kata Eling mereka tetap tampil prima hingga sore dan tidak ada masalah yang cukup berat. Subhanalah, saya baru menyadari bahwa kami bisa membuat baligo dalam jangka waktu 2 hari!, dan meghemat pengeluaran dana untuk publikasi.  Alhamdulillah, pembuatan baligo sudah selesai, beberapa hari setelah hari eksekusi, akhirnya baligo tersebut di pasang. Dengan gagah baligo berdiri, menantang teriknya mentari dan derasnya hujan. Walaupun pakai acara jatuh atau rubuh berkali-kali namun pasukan ikhwan selalu sigap mendirikannya kembali. Sama seperti umur pembuatannya, umur pendirian baligo pun hanya dua hari, karena setelah itu harus dibawa menuju tempat acaradi ciburial, disanalah sang baligo kembali menemukan hidupnya.  Saya akui memang hasilnya tidak sebaik pada umumnya, bahkan ada yang berkata: ”oh itu baligo toh”, ” whuaaaaaa…..hiks..hiks.. tapi bagi saya baligo tersebut punya banyak arti. GSC sendiri diikuti oleh seratus orang lebih mahasiswa tingkat satu, saat itu, sebuah angka yang luar biasa. Namun saya rasa itu bukan karena sebuah baligo, tapi karena berkah Allah yang ada pada baligo tersebut (hahahahahaha). Hal yang paling berkesan bagi saya di kepanitian GSC saat itu adalah kepanitiaan yang ruhiyah-nya benar-benar terasa, terdengar klise sih, tapi itu benar adanya. Hal lain yang paling berkesan dari GSC tentu saja baligo-nya. Saya menamakannya dengan baligo ukhuwwah, karena dari sanalah ikatan persahabatan saya dan teman-teman akhwat semakin erat, dari sanalah saya mengenal teman-teman saya lebih dalam, dan dari sanalah saya merasakan bahwa saya tidak sendiri seperti yang di bayangkan pada awal, ketika dilakukan bersama-sama dan saling menularkan semangat semuanya kan terasa ringan, karena kita adalah keluarga.  TERIMA BIKIN BALIGO untuk berbagai acaraHub: akhwat-akhwat Gamais J Morinta Rosandini081320682156iniimelmorin@yahoo.commorin@students.itb.ac.idkordinator akhwat Departemen Syiar Multimedia Gamais ITBmahasiswa Kriya Tekstil ITB 2005

PORNOGRAFI PORNOAKSI DAN PERADABAN INDONESIA

  Dua tahun yang lalu, tepatnya di bulan September tahun 2005, menjadi bulan yang tragis bagi salah satu aktor ibu kota, Anjasmara dan satu rekannya Isabel Yahya, yang statusnya resmi menjadi tersangka dalam kasus pornografi, terkait dalam perannya sebagai model dalam pameran foto di CP Biennale 2005. Kasus ini telah memicu banyak kontroversi dari masyarakat Indonesia, dari masyarakat umum, kaum seniman, dunia hiburan hingga kaum agamawan. Darwis Triadi salah seorang fotografer terkenal di negeri ini berpendapat bahwa apa yang telah dilakukan oleh Anjasmara beserta konco-konconya adalah sebuah ekspresi seni atau bagian dari kreativitas dalam berkarya, beliau juga berkata itu semata-mata adalah seni. Dalam kasus ini seni menjadi benteng perlindungan para pelakunya.Beberapa tahun kebelakang lebih tepatnya di tahun 2003, Indonesia diguncang habis dengan hebohnya goyang Inul, penyanyi dangdut pendatang baru yang  memeberikan terobosan baru dalam kreasi seni panggung. Dengan goyang ngebor-nya, Inul juga banyak menimbulkan kontroversi. Dengan berbagai efek samping berupa pengaruh negatif yang telah diberikan dari goyang mautnya, lagi-lagi banyak kaum seniman, terutama artis Indonesia, mendukung apa yang dilakukan oleh Inul dan berlindung dibalik tameng kesenian. Mereka menganggap bahwa seni adalah seni dan apa yang dilakukannya merupakan satu bentuk kreativitas. Sekali lagi, seni telah menjadi tempat perlindungan yang empuk untuk melakukan sesuatu yang dapat merusak moral bangsa. Dua contoh diatas hanyalah sekelebat permasalahan yang dihadapi oleh bangsa ini. Dimana semua aktivitas pelanggaran sosial dan budaya diatasnamakan sebagai sebuah ekspresi karya seni. Padahal dapat kita pahami bersama bahwa hal tersebut berpengaruh pada rusaknya moral bangsa, lunturnya nilai-nilai kebudayaan hingga merusak peradaban secaraperlahan. Mengapa pengaruhnya bisa sebesar itu?. Hal ini dapat ditinjau dari seni itu sendiri. Seni mempunyai arti yang sangat luas sama halnya seperti cinta, sulit terdefinisi. Namun seni dapat diartikan sebagai ekspresi dari jiwa dan rasa yang dicurahkan dalam berbagai bentuk; rupa, nada (musik), tingkah laku dan gerakan (peran dan tari) dan lain-lain. Pada bentuk nyatanya seni dapat kita rasakan berupa indahnya lukisan, merdunya suara alunan musik, harmonisnya sebuah tarian dan banyak lagi. Lalu bagaimana sesungguhnya seni memandang fenomena pronografi dan pornoaksi tersebut?. Benarkah yang dikatakan oleh para (yang mengakunya) seniman, bahwa hal tersebut hanyalah sebuah ekspresi dari seni dan bentuk dari kreativitas?. Ada sebuah pernyataan menarik dari seorang dosen Desain Produk ITB, M Iksan DRSAS, M.Sn, dalam pembahasannya mengenai pengantar Seni Rupa, beliau berkata bahwa “Setiap seniman dan desainer mempunyai kebebasan dalam berkarya, tapi bebas bukan berarti bebas sebebas-besasnya”. Salah satu pembimbing PAS Salman itu juga memaparkan: “Ada yang disebut dengan sebuah aturan atau batasan yang tetap harus seorang seniman dan desainer patuhi. Batasan dan aturan-aturan tersebut bukanlah sesuatu hal yang dapat menjadikan seorang seiman dan desainer terkungkung dalam keterbatasan berkreasi. Karena seniman dan desainer yang kreatif adalah mereka yang selalu dapat berkarya dalam keterbatasan, bukan seseorang yang berkarya dengan mengiraukan batasan-batasan tersebut”. Dari pernyataan tersebut dapat digaris bawahi bahwa seorang seniman yang kreatif adalah seseorang yang dapat berkarya dalam berbagai keterbatasan yang ada.Indonesia adalah negara yang menjunjung tinggi nilai kesopanan dan kesantunan, karena budaya yang dianut adalah budaya timur. Dimana hal-hal yang berbabau pornografi dan pornoaksi dilarang dan sangatlah tidak pantas untuk dipraktekkan. Sehingga banyak batasan yang harus ditaati oleh seorang seniman, khususnya seniman Indonesia. Dapat disimpulkan  bahwa berkarya atas nama pornografi dan pornoaksi bukanlah sesuatu yang dinamakan seni, kebebasan berekspresi ataupun kreativitas. Seni, Kebudayaan dan Peradaban Pemahaman yang salah mengenai seni oleh seniman-seniman Indonesia, tidak hanya berpengaruh pada melencengnya nilai budaya bangsa, tetapi juga dapat merusak peradaban di Indonesia (peradaban timur) secara perlahan. Seni merupakan salah satu unsur dari sebuah kebudayaan dan peradaban merupakan sebuah sistem dari kebudayaan. Dalam bukunya yang berjudul PengatarAntropologi, Koentjaraningrat menjelasakan bahwa: ‘Istilah “peradaban” sering juga dipakai untuk menyebut suatu kebudayaan yang memiliki sistem teknologi, ilmu pengetahuan, seni bangunan, seni rupa, sistem kenegaraan, serta masyarakat kota yang maju dan kompleks’  Sehingga apabila pemahaman terhadap seni sudah bergeser di satu tempat dalam kurun waktu tertentu, maka lama-kelamaan dengan berbagai proses yang panjang, budaya yang berlaku di tempat tersebut akan berubah, jika sebuah kebudayaan di satu tempat telah berubah maka secara tidak langsung dan perlahan-lahan peradaban yang ada di tempat tersebut akan berubah pula. Hal ini tidak perlu dipermasalahkan bila sebuah peradaban beralih pada sesuatu yang baik dalam artian berubah menuju hal yang positif. Ironisnya, dalam kasus pornografi dan pornoaksi yang terjadi di negeri ini, menunjukkan gejala pergeseran pemahaman seni di kalangan seniman Indonesia menuju kearah yang negatif, sehingga secara tidak langsung hal ini dapat mengakibatkan perubahan peradaban bangsa ini menuju kearah yang lebih buruk. Agar hal ini tidak terjadi di masa depan negeri, maka sepatutnyalah para seniman Indonesia menyadari betul arti penting sebuah kreativitas dalam berkarya, dan tidak terlalu menganharapkan sebuah keuntungan besar yang mengatasnamakan seni didalamnya, cukuplah berkarya hingga baris perbatasan, karena karya yang dihasilkan akan lebih dihormati dibandingkan dengan karya seni yang sama sekali tidak menghargai nilai seni yang sesungguhnya.Seni adalah salah satu unsur kebudayaan, disamping banyak unsur kebudayaan lainnya, yang apabila pemahaman dan perlakuan terhadapnya rusak akan mengakibatnya dampak negatif terhadap perkembangan budaya dan selanjutnya akan berpengaruh pada sesuatu yang lebih besar lagi yaitu sebuah peradaban.  

Morinta Rosandini Kriya Tekstil 2005

yups..tadi itu hasil karya tulisan saya untuk memenuhi salah satu tugas untuk mengikuti sebuah pelatihan dari YPM Salman, yang bisa dibilang hasil dari semi-deadliners. Sedikit berat ya… hehe 

Seorang Deadliners

kucing1.jpgDeadliners …

kadang baik- kadang buruk

buruk: tak pernah satupun dosen yang menyarankan hal ini-mungkin suatu saat (saat saya sudah jadi dosen). Hal yang memicu kemalasan seseorang, seharusnya dihindari. jika tugas dikerjakan sehari sebelum pengumpulan, konsekuensi yang diambil, ya….begadang. Dimana mata kan tetap terjaga dari azan maghrib memanggil hingga ayam jantan berkokok (alias shubuh tlah menjelang), dampaknya: bahaya bagi kesehatan, mata, badan hingga kulit. 

baik: beberapa teman satu prodi mengaku, dengan mengerjakan tugas dekat-dekat dengan hari pengumpulan bahkan semalam sebelum pengumpulan adalah salah satu cara terbaik untuk menghasilkan karya yang bermutu. Mengapa demikian?. Hal ini disebabkan oleh tubuh manusia didorong oleh rasa kecemasan akan deadline, yang dimana hal tersebut akan memicu adrenalin seseorang dengan cepat, dan secara tidak langsung mendorong semua ide-ide brilian dalam otak yang selama ini terkungkung di setiap sudut sel-sel saraf otak untuk keluar sehingga dengan segera otot-otot tangan menagkap sinyal tersebut dan diteruskan ke media tugas yang sedang dikerjakan (entah itu kertas, kain, atau apapun jua). hal ini terbukti dan teruji mujarabh.

Setelah ini akan diperlihatkan satu karya tulis yang merupakan salah satu tulisan yang saya buat, dalam rangka memenuhi salah satu tugas untuk mengikuti pelatihan yang diadakan oleh YPM Salman. Secara jujur ini adalah karya deadliners saya yang kesekian, bisa dinilai sendiri hasilnya. Selamat menikmati

Sebuah blog telah terlahir ke dunia!

bismillahirrahmanirrahim

alhamdulillah, akhirnya blog yang punya ngaran SEMANGKA every day! ini bisa brojol ke dunia maya. Setelah sang pendiri blog (Morin.red) ini lama berkutat di dunia kegaptekan, akhirnya blog ini muncul dengan tujuan agar saya bisa berbagi cerita seru, unik dan Insya Allah bisa diambil hikmahnya. Blog ini sendiri punya misi SEMANGKA! – semngat kawan, semoga dapat menyemangati diri dan orang lain. ha..ha..317x

udah ah..ditunggu aja ya kelanjutan nasib blog ini. Do’akan sing sukses, sing selamet dalam mengarungi derasnya kehidupan ini. amin o ya, ditunggu juga komen2-nya. owkeh

keep up spirit